Ariel Menanti Kepastian

https://itasoraya.wordpress.com/wp-content/uploads/2010/11/ariel-peterpan-34-hono.jpg?w=300

 

Ariel (29) kembali bernyanyi. Jemarinya menari lincah memetik senar gitar. Suaranya yang khas masih saja terdengar karismatik. Satu lagunya, “Kisah Cintaku” yang diaransemen ulang Peterpan.

Sayang, Ariel sendirian. Tidak ada Lukman, Uki, Reza dan David yang mengiringi vokal. Ariel tidak sedang berada di panggung megah atau pun kafe. Wajahnya tidak disorot puluhan lampu berwarna-warni, layaknya ketika menggelar konser.
Ariel tidak menyanyi untuk menghibur Sahabat Peterpan (sebutan bagi fans). Di hadapannya tidak ada ribuan massa yang berteriak memanggil nama sang rockstar.
Yang ada hanya belasan napi dan sipir yang mengiringi Ariel bersenandung sambil sesekali bertepuk tangan. Itulah secuil kegiatan Ariel pada suatu sore di Rutan Kebonwaru, Bandung. Yang senang pastilah para napi dan sipir.
Barang langka musisi sekelas Ariel nyanyi bersama mereka di dalam sel. Bisa bertatap muka sepuas hati, berbalas canda dan ngobrol dengan Ariel adalah pengalaman yang layak untuk diceritakan kepada sanak saudara.
Peluang itu juga sampai ke pikiran beberapa oknum. Ada yang mencari sedikit “keuntungan” dengan hadirnya Ariel di rutan kelas IA Bandung itu. Sumber kami yang tinggal di sel berdekatan dengan Ariel bilang, ada oknum yang menawari napi foto bareng Ariel dengan imbalan tertentu. Ada-ada saja.

Mulai Dilanda Frustrasi
Sepuluh hari sudah Ariel menjadi warga Rutan Kebonwaru. Selama itu pula, rutan itu jadi bahan pemberitaan. Setiap hari, ada saja artis, musisi, dan pelaku industri musik Indonesia menyambangi sel Ariel. Luna Maya sudah jadi daftar pengunjung tetap Ariel. Saban hari, Luna dengan sigap mengantar kebutuhan sang kekasih.

Rekan-rekan segrupnya, juga acap kali menjenguk vokalisnya. Bahkan, produser Musica Bu Acin dan pedangdut lawas Camelia Malik menempuh waktu tiga jam dari Jakarta untuk memberi dukungan moral bagi pemain film Sang Pemimpi ini. Ariel butuh banyak dukungan dan doa.
Sejak ditahan di Mabes Polri sampai ke rutan, masa penahanan pria bernama asli Nazril Irham melebihi empat bulan.
Waktu yang lama itu membuat mental Ariel perlahan merosot. Syukur-syukur hingga kini Ariel terlihat sehat dan selalu memasang wajah ramah. Pun ketika ia melempar senyum saat akan menunaikan shalat Jumat perdananya di Rutan Kebonwaru. Namun, isi hati siapa yang tahu.
“Di sel Ariel lebih banyak diam. Dia lebih sering tidur. Saya dan teman-teman berusaha memaklumi kalau Ariel pasti pusing sekali. Siapa sih yang kuat dengan masalah seheboh ini,” ungkap sumber kami.
Satu-satunya penghilang penat, ya bernyanyi. Meminjam ukulele (gitar berukuran kecil) milik napi lain, hampir saban hari Ariel menyenandungkan lagu-lagunya.
Ariel yang tinggal sekamar dengan enam napi lainnya tidak canggung bersosialisasi. Setiap hari, ada saja napi lain yang mampir di sel Ariel meski untuk sekadar menyapa. Secapek apa pun dan sepusing apa pun, ia selalu ramah menerima tamu.
“Dia baik. Tidak sombong seperti artis yang sudah terkenal,” ungkap sumber kami.
Memasuki minggu kedua di rutan, gurat frustrasi mulai terlihat di wajah ayah satu anak ini. Jadwal sidang yang belum pasti dan upaya penangguhan penahanan yang tak jelas rimbanya membuat ketenangan Ariel goyah.
Hal ini terdeteksi ketika Ariel bilang ia belum bisa menciptakan lagu di penjara. Padahal, pengalaman tertentu seharusnya menjadi pemicu untuk mencipta karya.
“Ariel bilang: Saya belum bisa, mungkin nanti setelah keluar. Sekarang pusing banget,” kata si sumber menirukan ucapan Ariel.
Menurut penuturan sumber kami, benih frustrasi Ariel timbul sejak ia kembali dari ruang Kepala Rutan Kebonwaru, beberapa waktu lalu. Sejak itu, Ariel semakin pendiam.
“Dia takut sekali kalau masa penahanannya diperpanjang lagi,” cetus si sumber.
Makin panjangnya masa penahanan, bisa berimplikasi pada banyak hal. Sidang yang panjang, keputusan bersalah atau tidak kian lama. Belum lagi, nasib band bergantung di pundaknya. Semua itu, tentu jadi beban berat untuk pelantun “Cobalah Mengerti” ini.
Nuansa frustrasi juga terlihat pada perilaku Ariel di dalam sel. Kalau tidak tidur, Ariel lebih suka bersandar di tembok. Tatapan mata menerawang. Entah memikirkan apa.
“Kenapa sih masalah seperti ini dibesar-besarkan? Kalau seperti ini, mending saya ditembak saja biar cepat selesai,” begitu gumam Ariel, yang membuat napi lain sontak kaget mendengarnya.

Rajin Shalat dan Berdoa
Di titik ini, tidak ada orang yang bisa menolong Ariel. Sorotan media dan perhatian masyarakat memaksa hukum harus bertindak tegas. Satu-satunya penolong, siapa lagi kalau bukan Tuhan. Di balik tembok penjara, Ariel tak henti memohon ampun.

Jika sebelumnya media memberitakan bahwa Ariel tak lagi shalat dan puasa saat menghuni sel di Mabes Polri, keadaan itu kini berubah. Sumber kami memantau, di dalam sel Ariel tak pernah melewatkan shalat lima waktu. Doa selalu terpanjat dari bibirnya. Entah apa permintaan Ariel kepada Tuhan. Namun, wajah yang pasrah bisa menjadi rujukan.
“Dia terlihat pasrah sekali. Seperti apa hukumannya, Ariel bilang dia sudah siap,” bilang sumber kami.
Fakta yang menyatakan bahwa hingga kini kedua orangtua Ariel belum juga menengok anak mereka, sungguh memilukan.

Sumber : http://update-berita-terkini.blogspot.com/2010/11/mending-saya-ditembak-saja.html

Empat Hari Kerja, Empat Kali Disiksa

Maksud hati mengadu peruntungan di negeri orang, apa daya, siksaan fisik yang diterima. Itulah nasib yang menimpa Biyanti marsono, seorang pekerja rumah tangga asal Indonesia. Biyanti menghiasi pemberitaan media Singapura seiring persidangan atas mantan majikannya yang juga pesohor negeri jiran itu, Juliana Ayob.

Ayob kini harus duduk di kursi pesakitan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dia kini meringkuk di penjara selama enam pekan dan membayar kompensasi pada Biyanti senilai 1.500 dolar Singapura.

Juliana Ayob, 34 tahun, adalah agen properti Singapura dan mantan desainer. Awal pekan ini, Hakim Pengadilan Distrik, Kamala Ponnampalam, memutus dirinya bersalah atas penganiayaan yang dilakukan antara tanggal 3 – 6 Januari tahun lalu di apartemennya di Bukit Merah Central.

Biyanti mulai bekerja padanya sejak 30 Desember 2008. Empat hari setelah bekerja, memakinya karena dianggap tak bisa memasak. Juliana kemudian menamparnya, mencubit lengannya dan menarik telinganya. Dia juga menggunakan sendok kayu untuk memukul hidung Biyanti dua kali, hingga berdarah. Kemudian hari berikutnya dia menendang Biyanti pada lutut kanan karena menyiapkan minuman yang terlalu manis.

Biyanti dianiaya lagi keesokan harinya. Pada 6 Januari, Juliana memutar dan menarik telinganya dan menghantam tengkuknya dengan sebuah buku. Dia kemudian melarikan diri dengan maksud bertemu agennya, namun tersesat di Safra Club di Telok Blangah Way di mana ia meminta bantuan.

Juliana bisa saja dipenjara sampai dengan tiga tahun dan denda sampai 7.500 dolar Singapura untuk masing-masing penganiayaan yang dilakukan.